Saya dan suami gemar berjalan-jalan murah alias backpacking. Dan ketika mengetahui saya mengandung, kami memutuskan tetap melakukan perjalanan — dengan catatan apabila kesehatan memungkinkan. Sebab bagaimana pun, kesehatan janin prioritas kami.
Perjalanan pertama kami tidak begitu jauh. Kami menghabiskan liburan Natal di Green Canyon dan Pantai Batu Karas, Jawa Barat. Waktu itu saya sedang hamil tiga-empat bulan. Mengendarai mobil selama sekitar lima jam dari Jakarta, kami melewati perjalanan yang menyenangkan.
Masalah justru datang karena kami tersesat sekitar 20 km di hutan. Tidak ada pom bensin (tak masalah, sebab bensin mobil kami cukup) serta tidak ada toilet umum (semak-semak pun jadi jalan keluar).
Saya memang tak dapat menjelajahi gua-gua di Green Canyon sebab bebatuan di sana sangat licin. Namun kami sudah cukup puas dengan udara segar, pemandangan indah, dan makanan laut yang menggoda selera.
Pekan depannya, liburan Tahun Baru, kami juga tak pergi jauh, hanya ke Ciater (Jawa Barat). Saya dan suami beserta janin kami menikmati kebun teh yang segar, bandrek susu dan pisang bakar keju.
Pada awal Januari 2011, barulah kami menempuh perjalanan paling jauh: India. Kami berangkat hanya dengan tas ransel di punggung masing-masing. Kami terbang dua jam ke Kuala Lumpur, lalu melanjutkannya dengan terbang lima jam ke New Delhi.
Meski banyak orang menyarankan saya menunda perjalanan (kandungan saya berumur 4,5 bulan dan India tidak terkenal dengan kebersihannya), kami tetap mantap berangkat sebab dokter menyatakan saya sehat.
Puncak musim dingin di India, dengan suhu antara 4-15° C, kami hadapi dengan jaket musim dingin, kaos kaki, dan balaclava (topi kupluk).
Kali ini kami, di luar kebiasaan, memesan hotel terlebih dahulu. Untunglah hotel kami Paharganj sangat bersih meski terletak di kawasan pelancong murah (backpacker). Sungguh sesuai untuk melepas lelah setelah bergelut dengan Delhi yang kotor dan kumuh.
Perjalanan dari Delhi ke Agra cukup melelahkan. Perjalanan kereta yang seharusnya hanya makan waktu 2 jam, mulur hingga tujuh jam akibat kabut tebal. Namun perjalanan itu tidak sia-sia. Kami sangat senang bisa menyaksikan Taj Mahal, warisan kekayaan dunia, megah berdiri. Rasanya tak terlukiskan, bisa menyaksikan sebuah bangunan bukti cinta dengan suami tercinta dan buah hati — walau masih dalam perut.
Perjalanan pulang ternyata lebih parah. Kereta yang seharusnya tiba di Stasiun Agra pada pukul 20.30 malam ternyata baru datang pukul 06.00 pagi. Walhasil, kami menginap semalaman di stasiun yang kumuh, duduk di lantai beralaskan koran, bertumpuk-tumpuk dengan ratusan calon penumpang lainnya. Padahal suhu udara sekitar 4° C. Sungguh bersyukur ketika kereta akhirnya datang, walau perjalanan menuju Delhi kembali menempuh waktu tujuh jam.
Tiga hari berikutnya kami habiskan dengan mengunjungi peninggalan sejarah di daerah Delhi yaitu Purana Qila, Red Fort atau Lal Qila, Qutub Minar, Humayun’s Tomb, dan India Gate.
Secara keseluruhan kami sangat senang dengan perjalanan ke India. Begitu tiba di Indonesia, kami langsung memeriksakan kandungan ke dokter (lebih cepat dari jadwal kontrol bulanan). Dan si Adik baik-baik saja. Tetap sehat dan mulai menendang-nendang dengan heboh. Tampaknya dia sudah ingin berjalan-jalan lagi!
Kami sebenarnya punya rencana menyeberangi jalur darat dari Thailand ke Kamboja tetapi situasi yang memanas antara kedua negara itu memaksa kami membatalkannya. Kami pun mengalihkan liburan ke Phuket, ketika kandungan berusia tujuh bulan.
Phuket sungguh pengalaman yang indah. Selain pantai terkenal, kami juga mengunjungi pantai-pantai kecil seperti Ya Nui (tak jauh dari Tanjung Promthep) dan Pantai Diamond yang berbatu di sebelah utara Pantai Kalim. Dengan sepeda motor, kami juga pergi ke Big Buddha, Wat Chalong, Tanjung Promthep Cape, selain juga mengikuti tur sehari ke Koh Phi Phi.
Beberapa hari setelah pulang dari Phuket, kami berkesempatan untuk terbang ke Kuala Lumpur. Di sana kami pergi ke beberapa tempat antara lain Menara Kembar Petronas, Masjid Jamek, dan tentu tempat berbelanja.
Saat ini kehamilan saya sudah lebih dari delapan bulan, saatnya untuk mencari alternatif wisata di Pulau Jawa, sehingga saya tidak perlu melakukan perjalanan udara. Bila Anda penyuka jalan-jalan murah, jangan khawatir, asalkan sehat Anda tetap dapat berjalan-jalan ketika hamil!
sumber
READ MORE...
Perjalanan pertama kami tidak begitu jauh. Kami menghabiskan liburan Natal di Green Canyon dan Pantai Batu Karas, Jawa Barat. Waktu itu saya sedang hamil tiga-empat bulan. Mengendarai mobil selama sekitar lima jam dari Jakarta, kami melewati perjalanan yang menyenangkan.
Masalah justru datang karena kami tersesat sekitar 20 km di hutan. Tidak ada pom bensin (tak masalah, sebab bensin mobil kami cukup) serta tidak ada toilet umum (semak-semak pun jadi jalan keluar).
Saya memang tak dapat menjelajahi gua-gua di Green Canyon sebab bebatuan di sana sangat licin. Namun kami sudah cukup puas dengan udara segar, pemandangan indah, dan makanan laut yang menggoda selera.
Pekan depannya, liburan Tahun Baru, kami juga tak pergi jauh, hanya ke Ciater (Jawa Barat). Saya dan suami beserta janin kami menikmati kebun teh yang segar, bandrek susu dan pisang bakar keju.
Pada awal Januari 2011, barulah kami menempuh perjalanan paling jauh: India. Kami berangkat hanya dengan tas ransel di punggung masing-masing. Kami terbang dua jam ke Kuala Lumpur, lalu melanjutkannya dengan terbang lima jam ke New Delhi.
Meski banyak orang menyarankan saya menunda perjalanan (kandungan saya berumur 4,5 bulan dan India tidak terkenal dengan kebersihannya), kami tetap mantap berangkat sebab dokter menyatakan saya sehat.
Puncak musim dingin di India, dengan suhu antara 4-15° C, kami hadapi dengan jaket musim dingin, kaos kaki, dan balaclava (topi kupluk).
Kali ini kami, di luar kebiasaan, memesan hotel terlebih dahulu. Untunglah hotel kami Paharganj sangat bersih meski terletak di kawasan pelancong murah (backpacker). Sungguh sesuai untuk melepas lelah setelah bergelut dengan Delhi yang kotor dan kumuh.
Perjalanan dari Delhi ke Agra cukup melelahkan. Perjalanan kereta yang seharusnya hanya makan waktu 2 jam, mulur hingga tujuh jam akibat kabut tebal. Namun perjalanan itu tidak sia-sia. Kami sangat senang bisa menyaksikan Taj Mahal, warisan kekayaan dunia, megah berdiri. Rasanya tak terlukiskan, bisa menyaksikan sebuah bangunan bukti cinta dengan suami tercinta dan buah hati — walau masih dalam perut.
Perjalanan pulang ternyata lebih parah. Kereta yang seharusnya tiba di Stasiun Agra pada pukul 20.30 malam ternyata baru datang pukul 06.00 pagi. Walhasil, kami menginap semalaman di stasiun yang kumuh, duduk di lantai beralaskan koran, bertumpuk-tumpuk dengan ratusan calon penumpang lainnya. Padahal suhu udara sekitar 4° C. Sungguh bersyukur ketika kereta akhirnya datang, walau perjalanan menuju Delhi kembali menempuh waktu tujuh jam.
Tiga hari berikutnya kami habiskan dengan mengunjungi peninggalan sejarah di daerah Delhi yaitu Purana Qila, Red Fort atau Lal Qila, Qutub Minar, Humayun’s Tomb, dan India Gate.
Secara keseluruhan kami sangat senang dengan perjalanan ke India. Begitu tiba di Indonesia, kami langsung memeriksakan kandungan ke dokter (lebih cepat dari jadwal kontrol bulanan). Dan si Adik baik-baik saja. Tetap sehat dan mulai menendang-nendang dengan heboh. Tampaknya dia sudah ingin berjalan-jalan lagi!
Kami sebenarnya punya rencana menyeberangi jalur darat dari Thailand ke Kamboja tetapi situasi yang memanas antara kedua negara itu memaksa kami membatalkannya. Kami pun mengalihkan liburan ke Phuket, ketika kandungan berusia tujuh bulan.
Phuket sungguh pengalaman yang indah. Selain pantai terkenal, kami juga mengunjungi pantai-pantai kecil seperti Ya Nui (tak jauh dari Tanjung Promthep) dan Pantai Diamond yang berbatu di sebelah utara Pantai Kalim. Dengan sepeda motor, kami juga pergi ke Big Buddha, Wat Chalong, Tanjung Promthep Cape, selain juga mengikuti tur sehari ke Koh Phi Phi.
Beberapa hari setelah pulang dari Phuket, kami berkesempatan untuk terbang ke Kuala Lumpur. Di sana kami pergi ke beberapa tempat antara lain Menara Kembar Petronas, Masjid Jamek, dan tentu tempat berbelanja.
Saat ini kehamilan saya sudah lebih dari delapan bulan, saatnya untuk mencari alternatif wisata di Pulau Jawa, sehingga saya tidak perlu melakukan perjalanan udara. Bila Anda penyuka jalan-jalan murah, jangan khawatir, asalkan sehat Anda tetap dapat berjalan-jalan ketika hamil!
Kiat berjalan-jalan selama hamil
1. Periksakan kesehatan ibu dan bayi sebelumnya dan mintalah surat kesehatan dari dokter. Sebagai antisipasi, saya meminta surat dari dokter sejak usia kehamilan tiga bulan.
2. Bila bepergian dengan pesawat, pastikan Anda tahu regulasi maskapai tentang kehamilan. Regulasi tersebut berbeda-beda. Saya selalu membawa bukti cetak regulasi maskapai supaya bisa ditunjukkan apabila petugas darat menyangsikannya.
3. Bila Anda terbiasa dengan gaya jalan-jalan murah kelas berat, jangan paksakan diri pada saat hamil. Pilihlah hotel yang bersih karena ibu hamil membutuhkan istirahat yang cukup setelah lelah berjalan-jalan pada siang hari.
4. Bawa banyak tissue basah dan air putih.
5. Memakan buah dalam perjalanan sangat membantu stamina ibu hamil. Selain itu buah-buahan juga berfungsi mengatasi mual bila jalan berliku atau bergelombang. Siapkan juga biskuit (kecuali di Taj Mahal karena petugas tidak mengizinkan pengunjung membawa makanan).
6. Tetap makan secara teratur.
7. Meminum vitamin secara rutin.
8. Bila perlu, bawa semprotan kaki yang biasanya tersedia di toko-toko, untuk mencegah kaki bengkak karena terlalu lelah.
sumber