BENTUK buahnya terlihat unik. Secara fisik seperti buah pepaya,   tetapi isi dalamnya adalah jeruk asam. Kulit dalamnya pun enak dimakan  untuk dijadikan rujak. Jeruk pepaya. Begitu masyarakat Dayak Meratus,  Desa Hinas Kiri, Kecamatan Batang Alai Timur, Hulu Sungai Tengah  Kalimantan Selatan menyebut tanaman langka ini.
Pohon jeruk pepaya diperkirakan hanya tumbuh di kawasan hutan  Pegunungan Meratus. Mulai daun hingga buahnya, digunakan warga setempat  untuk pengobatan tradisional berbagai macam jenis penyakit.
Di antaranya, batuk berdahak, asma, asam urat dan sebagai penambah  daya tahan tubuh. Daging buahnya yang berwarna putih, berkhasiat  memperlancar pencernaan.
Adalah Kosim dan keluarganya yang melestarikan tanaman ini, di kebun  dekat rumahnya, Desa Hinas Kiri. Selain menanam untuk konsumsi keluarga,  Kosim juga melakukan pembibitan di dalam polybag.
 "Ada 5.000 an bibit yang saya tanam. Sekarang tinggal 1.000- an.  Pohon ini saya berikan kepada tamu dan teman-teman untuk ditanam, agar  tidak punah,"kata Kosim, saat BPost berkunjung ke rumahnya beberapa  waktu lalu.
 Setiap tamu yang berkunjung, istri Kosim selalu menghidangkan  minuman dari daun jeruk pepaya ini. Cara penyajiannya pun sangat  sederhana. Cukup  menyediakan air panas dalam satu gelas, kemudian  beberapa lembar daun pohon jeruk pepaya disiramkan ke daun.
Lalu tunggu beberapa menit hingga air menjadi hangat kuku, dan diaduk  perlahan. Bila ingin terasa manis, tambahkan sedikit gula. Untuk  mendapatkan khasiatnya,  minuman tradisional ini harus dikonsumsi secara  rutin
Anda bisa merasakan kombinasi rasa yang bercampur jadi satu. Ada rasa  jeruk, mint, jahe dan asam sitrat. Menurut Kosim, tanaman ini pernah  menarik minat peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB)yang sengaja  datang ke Desa Hinas Kiri.
 "Mereka sudah mencicipi dan menemukan kelebihan dari rasanya yang  segar dan alami. Mereka juga membawa bibit jeruk pepaya ini dan  informasi yang saya terima  sudah menjadi koleksi tanaman langka di  laboratorium litbang kehutanan Bogor,"jelasnya.
Tanaman ini, jelas Kosim bisa berbuah dari usia tiga sampai empat  tahun. Rencananya, dia dan warga Hinas lainnya mau mengembangkannya  menjadi minuman segar tradisional dan mematenkannya. "Bahkan ke depannya  kami akan membuat minuman kaleng, seperti larutan penyegar,"imbuhnya.
sumber 

