Tiga mahasiswa farmasi Universitas Yogyakarta membuat masker penundaan penuaan dini dari tumbuhan secang.
Masker ini masih perlu diuji pada manusia, uji hedonik, serta standardisasi sebelum diproduksi massal.
Etyk Yunita Anjarsari, salah satu mahasiswa dalam tim peneliti, mengatakan produk kosmetik yang ada di pasaran, yang diklaim dapat memperlambat proses penuaan ternyata kurang optimal dalam menangkal radikal bebas dari polusi udara. "Studi membuktikkan penggunaan vitamin E sebagai antioksidan dalam kosmetik antiaging ternyata dapat memicu kerusakan pada tubuh manusia, utamanya kulit," katanya.
Sementara itu, tumbuhan secang (Caesalpinia sappan) secara alami adalah agen anti-peradangan, antioksidan, antibakteri, antialergi, bahkan antikanker. Dibandingkan dengan senyawa BHT dan BHA, yang biasanya digunakan dalam kosmetik, "antioksidan dalam secang terbukti lebih tinggi yaitu sepuluh kali lipatnya," jelas Etyk, belum lama ini.
Menurut Etyk, potensi secang untuk kesehatan kulit masih jarang dipelajari, padahal perawatan kulit air rebusan secang sudah dilakukan sejak dulu. Pengolahan secang dilakukan dengan cara mengekstrak serbuk kayu secang dengan etanol 96 persen. Setelah kental, bahan dikeringkan. Ekstrak kering ini ditempel pada kain kasa yang dilapisi kertas khusus yang dibentuk masker yang siap dipasang di wajah. Satu kilogram secang bisa menghasilkan lima masker.
Efek sampingnya, seperti dijelaskan Etyk, rendah, bahkan masker sekali pakai ini memiliki efek relaksasi dan menyegarkan. Harganya yang relatif murah--satu kilogram secang dihargai Rp8.000.
Sayangnya, masker ini belum diuji coba pada manusia. Masker juga masih harus melalui uji tingkat hedonik atau uji tingkat kesukaan konsumen. Bila ingin diproduksi massal, ekstrak kayu secang perlu standardisasi.
Meskipun demikian, penelitian ini berhasil membawa tim peneliti menjadi juara kedua dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa Farmasi (LKTF) dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (PIMFI) di UNAIR Surabaya 19 Juli 2011 lalu.