Pages

Membandingkan Jakarta dan Bangkok

Skytrain di depan Stadion Nasional Thailand, 18 Juli 2011. Foto: Marco Kusumawijaya


Dua puluh lima, atau bahkan dua belas, tahun lalu, dengan penuh keyakinan, siapa saja--bukan hanya orang Indonesia atau orang Jakarta--dapat mengatakan bahwa lalu lintas di Bangkok jauh lebih buruk daripada Jakarta.
Ketika itu Jakarta juga sudah punya Soekarno-Hatta, sedang Bangkok hanya punya bandara tua yang kumuh dan sesak di Donmuang, yang jauh di bawah standar Soekarno-Hatta yang kinclong. Dua puluh lima tahun yang lalu, para birokrat dan ahli sudah mengatakan bahwa Jakarta perlu suatu sistem mass-rapid transit (MRT).

Tetapi, bahkan 25 tahun lalu bus umum di Bangkok sangat tertib, orang membayar dan mendapat karcis, dan laki-laki memberi tempat duduk kepada perempuan, dan perempuan yang bersangkutan akan menawarkan diri memangku tas atau bawaan lain dari laki-laki itu.
Sekarang Bangkok sudah punya kereta bawah-tanah, subway/MRT, yang dibangun mulai 1996 dan dibuka untuk umum pertama kali pada tahun 2004. Ia juga punya kereta-layang, skytrain/BTS, yang mulai beroperasi sejak 1999.
Baru saja dibuka pada Agustus 2010: Airport Rail Link (ARL), yaitu jalur kereta api yang menghubungkan bandara Suvarnabhumi dengan kota Bangkok. Saya tidak tahu apakah yang terakhir di atas direncanakan atau tidak sejak awal, tetapi ia sudah siap pakai hanya 4 tahun setelah bandara tersebut dibuka pada tahun 2006.
Saya juga tidak tahu apakah pada awalnya ada rencana jalur kereta api yang akan menghubungkan bandara Soekarno-Hatta dengan kota Jakarta. Tapi sejak beberapa tahun lampau ada dibicarakan suatu rencana untuk keperluan tersebut. Tapi hingga sekarang kita belum lagi mendengar adanya eksekusi yang nyata.
Sedang jalur kereta bawah-tanah pertama Jakarta dijadwalkan beroperasi pada tahun 2016. Sementara jalur bus khusus, busway, belum lagi mencapai tingkat operasional yang optimal.
Mengapa kita memerlukan begitu banyak waktu untuk memutuskan, merencanakan dan apalagi melaksanakan suatu keperluan?
Baik kereta bawah tanah maupun kereta layang di Bangkok itu direncanakan dan dibangun dalam keadaan politik yang tidak dapat dikatakan stabil. Sesudah Prem Tinsulanonda yang berkuasa pada tahun 1980-1988, Thailand tidak pernah punya perdana menteri yang menyelesaikan masa jabatannya kecuali Thaksin Shinawatra.
Apakah adil membandingkan Bangkok dengan Jakarta dalam rentang 25 tahun? Menurut Anda?
Marco Kusumawijaya adalah arsitek dan urbanis, peneliti dan penulis kota. Dia juga direktur RujakCenter for Urban Studies dan editor http://klikjkt.or.id.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...